THOUSANDS OF FREE BLOGGER TEMPLATES

Senin, 12 Oktober 2009

tugas individu etika bisnis

JASA KONSULTASI SKRIPSI DISYUKURI ATAU DIKUTUK?

Jasa konsultasi skripsi sekarang ini semakin banyak. awalnya jasa semacam itu diberikan secara perseorangan dan tertutup hanya antara teman. Layanan meningkatkan menjadi jasa pemprosesan data statistik dengan program computer. Kemudian meningkat menjadi jasa menginterprestasi,menuliskan hasil. Semakin lama, jasa meningkat sampai memilihkan judul, menyediakan data, dan bahkan sampai membuat secara penuh suatu skripsi. Usaha ini hanya bermodalkan yaitu kumpulan skripsi yang mencukupi berbagai bidang studi dan topic, keterampilan mengolah data dan basis data. Mahasiswa tidak perlu mencari data yang diperlukan tinggal memilih data dan membeli, lalu siap diolah. Jadi keterampilan mengumpulkan data telah diambil alih oleh jasa ini. Di internetpun tersedia saran untuk membeli skripsi atau tesis. Peminat tinggal mengunjungi www.skripsiekonomi.com /telusuri di google,akan banyak sekali muncul tinggal memilih dan dapat membeli skripsi dengan judul apapun dengan harga sekitar Rp.800 ribu per skripsi.
Bisnis ini semakin menggiurkan dan menjanjikan karena banyak pejabat, eksekutif, atau pebisnis bahkan selebritis yang mengambil program S3 yang sebenarnya tidak punya waktu atau motivasi belajar untuk merenung atau tidak mempunyai kemampuan menulis sehingga tidak ada cara lain kecuali memanfaatkan jasa semacam ini. Bisnis ini ternyata mempunyai perpustakaan berupa ratusan skripsi, tesis, tetapi hanya di baca di tempat. penyediaan jasa ini berupa (mengetikkan proposal, menyarankan jawaban atas pertanyaan pembimbing, merevisi sampai skripsi disetujui, menjilidkan, dan latihan ujian ). Beberapa pemberi jasa meberi garansi “DI JAMIN SAMPAI LULUS”. Konon tarif untuk pembuatan skripsi berkisar antara Rp.1 sampai Rp.5 juta. Untuk tesis, harga dapat mencapai Rp.2 juta sampai dengan 6 juta. Pemberi jasa kebanyakan adalah lulusan S2 bahkan S3 perguruan tinggi terkenal. Salah satu pemberi jasa mengakui bahwa penghasilan sebulan kadang-kadang dapat mencapi lebih dari Rp.10 juta. Hal ini merupakan daya tarik menjamurnya bisnis ini.
Ketika ditanya apakah jasa semacam itu tidak menimbulkan hal yang kurang baik dan etis dalam konteks pendidikan nasional dan tujuan penulisan skripsi, seorang pemberi jasa yang cukup professional mengatakan : “Nyatanya banyak yang datang ke saya dan tidak ada peraturan yang melarang. Semuanya sah-sah saja.karena tidak meaggar hukum”
Seorang pengguna jasa yang telah lulus sebagai seorang sarjana mengakui : “Saya memang menggunakan jasa konsultan karena mudah ditemui dan dihubungi. Konsultasinya juga enak dan lebih baik dari dosen pembimbing saya. Dosen saya sering tidak membaca proposal saya dan sulit ditemui. Dosen juga tidak membimbing dengan baik dan jelas sehingga saya bingung apa yang harus saya kerjakan dan dimana kekurangan skripsi saya. Setelah saya konsultasi dengan jasa pembimbingan, saya mendapat pengarahan yang baik. Saya juga belajar banyak dari pemberi jasa. Setelah saya ajukan ke dosen pembimbing, ternyata dosen saya terkesan dan mengACC skripsi saya”.
Mahasiswa pengguna jasa yang masih menyusun skripsi mengatakan : “Mengapa harus repot-repot nulis skripsi. Yang penting jadi dan lulus karena toh skripsi tidak dibutuhkan dalam pekerjaan. Banyak PT yang tidak mencantumkan dalam persyaratannya, kebanyakan hanya mencantumkan ijazah trakhir dan nilai atau IPK, itu menandakan skripsi tidak terlalu penting dalam dunia pekerjaan”.
Para dosen yang diminta tanggapan mengenai hal ini menyatakan bahwa mereka tidak mempunyai cara untuk mengecek apakah skripsi merupakan hasil pekerjaan penyontek atau hasil pembimbingan komersial. Pokoknya, kalau mahasiswa dapat menjelaskan dengan baik apa yang ditulisnya para dosen sudah cukup puas dengan skripsi tersebut. Seorang dosen menyatakan : “Saya sendri tidak setuju adanya skripsi. Skripsi hanya membebani dosen. Yang realistik saja, saya tidak mungkin membimbing 5-10 mahasiswa dalam satu semester dan kalau tidak selesai dalam satu semester pekerjaan makin menumpuk. Karena dipaksakan, akhirnya apapun yang diajukan mahasiswa saya setujui saja jadi yang di bahas dalam skripsi bisa saja tidak baik”.
Pihak Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi atau yang berwenang bersikap. Mengenai fenomena ini dan masih dianggap wajar sehingga mereka tidak perlu gegabah mengenai masalah ini. Mereka tampaknya bersikap “Wait and see”.


Diskusi:
a. Siapa sajakah pihak yang berkepentingan atau stakeholders (pemegang pancang) dalam kasus di atas (baik eksplisit maupun implisit)?
b. Evaluasi argumen tiap pihak yang terlibat, dari prinsip atau teori hak (right), keadilan (justice), utilitarianisma (utilitarianism), egoism (egoism), dan kelukaan (harm).
c. Setujukah anda dengan peryataan tiap pihak dalam kasus? Dapatkah tiap pihak dikatakan bersikap tidak etis?
d. Masalah etis apa saja yang dapat ditimbulkan oleh adanya jasa konsultasi skripsi?
e. Haruskan jasa pembimbingan/konsultasi skripsi dilarang? Jelaskan argument anda dari sudut pandang etika.
f. Bagaimana pandangan anda terhadap prinsip etika bisnis “What is legal is ethical” (asal tidak melanggar hukum ya etis).
Jawaban:
a. Secara eksplisit adalah menteri pendidikan nasional dan direktorat pendidikan tinggi negeri, sedangkan secara inplisit adalah mahasiswa yang bersangkutan dan penyedia layanan jasa pembuatan skripsi.

b. Pemberi jasa : pemberi jasa diharapkan memperhatikan tujuan usaha yang dilakukan, agar tidak menyalahi etika bisnis yang ada.
Pengguna jasa : pengguna jasa harus dapat membatasi untuk dapat berfikir sendiri apa dan bagaimana skripsinya, sehingga pemberi jasa hanya sekedar memberikan masukan dan bimbingan.
- Teori Hak
Yaitu hak seorang mahasiswa untuk memkai jasa konsultasi skripsi, dengan alasan-alasan yang menyulitkan mereka dalam menyelesaikan tugas akhir.
-Teori Egoisme
Para penyedia jasa yang terkesan egois dalam membantu mahasiswa yang sedang menyusun skripsi, menginginkan uang dengan cara bisnis yang bersifat dapat membuat mahasiswa menjadi bodoh dan tidak tahu bagaimana cara mereka menyusun skripsi karena hanya terima jadi saja.
-Teori keadilan
Tidak adil bagi mahasiswa yang bersusah-susah mengerjakan skripsinya sendiri, tetapi memiliki nilai ataupun kelulusan yang sama dengan mahasiswa yang memakai jasa pembuatan skripsi.
-Teori utilitarianisme
dari segi kegunaan (utililitas), skripsi yang dibuat menggunakan jasa konsultasi tidak mengurangi nilai guna dari skripsi tersebut, karena kegunaannya tetap sama, sebagai sarana untuk mendapatkan gelar sarjana.
-Teori kelukaan
mahasiwa yang mengerjakan skripsi sendiri dilukai oleh kegiatan ini, karena di satu sisi ada mahasiswa yang susah mencari dosen, mengadakan bimbingan, dan sangat sulitnya mencari data, sedangkan di sisi lain mahasiswa cukup membayar beberapa juta rupiah dan skrispi selesai tanpa harus mengeluarkan tenaga dan pikiran ekstra.

c. Setuju, karena mereka mempunyai pendapatnya masing-masing, dan pendapat tersebut sebenarnya sangat masuk akal.

d. Menurunnya kualitas lulusnya mahasiswa yang tidak mengerjakan sendiri tugas akhirnya. Dan hanya mementingkan dan berfikir untuk lulus secepatnya.

e. Saya rasa jasa pembimbingan/konsultasi skripsi tidak perlu dilarang, karena jasa tersebut dirasa berguna bagi mahasiswa yang sulit mendapatkan bimbingan dan masuk kedalam etika utilitas, asalkan jasa konsultasi skripi ini hanya membatu untuk konsultasi dan tidak boleh membuatkan skripsi seutuhnya.

f. Sangat setuju, asal tidak melanggar aturan dan bisnis tersebut tidak merugikan ataupun menipu orang lain, serta tidak memberikan citra buruk di mata dunia.

Kamis, 08 Oktober 2009

tugas kelompok etika bisnis

TUGAS KELOMPOK
ETIKA BISNIS



Nama :
1. Mariyah (10206587)
2. Nita Asyifa A. (10206682)
3. Tri Purwanti (10206984)
Kelas : 4EA01

Universitas Gunadarma
2009
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah
Di Indonesia tampaknya masalah penerapan etika perusahaan yang lebih intensif masih belum dilakukan dan digerakan secara nyata. Pada umumnya baru sampai tahap pernyataan-pernyataan atau sekedar lips-service belaka. Karena memang enforcement dari pemerintah pun belum tampak secara jelas.
Sesungguhnya Indonesia harus lebih awal menggerakan penerapan etika bisnis secara intensif terutama setelah tragedi krisis ekonomi tahun 1998. Sayangnya bangsa ini mudah lupa dan mudah pula memberikan maaf kepada suatu kesalahan yang menyebabkan bencana nasional sehingga penyebab krisis tidak diselesaikan secara tuntas dan tidak berdasarkan suatu pola yang mendasar. Sesungguhnya penyebab utama krisis ini, dari sisi korporasi, adalah tidak berfungsinya praktek etika bisnis secarabenar, konsisten dan konsekwen.
Praktek penerapan etika bisnis yang paling sering kita jumpai pada umunya diwujudkan dalam bentuk buku saku ;code of conducts; atau kode etik dimasing-masing perusahaan. Hal ini barulah merupakan tahap awal dari praktek etika bisnis yakni mengkodifikasikan nilai-nilai yang terkandung dalam etika bisnis bersama-sama corporate-culture atau budaya perusahaan, kedalam suatu bentuk pernyataan tertulis dari perusahaan untuk dilakukan dan tidak dilakukan oleh manajemen dan karyawan dalam melakukan kegiatan bisnis.
Secara sederhana yang dimaksud dengan etika bisnis adalah cara-cara untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan, industri dan juga masyarakat. Kesemuanya ini mencakup bagaimana kita menjalankan bisnis secara adil (fairness), sesuai dengan hukum yang berlaku (legal) tidak tergantung pada kedudukani individu ataupun perusahaan di masyarakat.
Etika bisnis lebih luas dari ketentuan yang diatur oleh hukum, bahkan merupakan standar yang lebih tinggi dibandingkan standar minimal ketentuan hukum, karena dalam kegiatan bisnis seringkali kita temukan ;grey-area; yang tidak diatur oleh ketentuan hukum.
Menurut Von der Embse dan R.A. Wagley dalam artikelnya di Advance Managemen Jouurnal (1988) yang berjudul Managerial Ethics Hard terdapat tiga pendekatan dasar dalam merumuskan tingkah laku etika kita :
• Utilitarian Approach : setiap tindakan harus didasarkan pada konsekuensi nya. Oleh karena itu dalam bertindak seseorang seharusnya mengikuti cara-cara yang dapat memberi manfaat sebesar-besarnya kepada masyarakat, dengan cara yang tidak membahayakan dan dengan biaya serendah-rendahnya.
• Individual Rights Approach : setiap orang dalam tindakan dan kelakuan nya memiliki hak dasar yang harus dihormati. Namun tindakan ataupun tingkah laku tersebut harus dihindari apabila diperkirakan akan menyebabkan terjadi benturan dengan hak orang lain.
• Justice Approach : para pembuat keputusan mempunyai kedudukan yang sama, dan bertindak adil dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan baik secara perseorangan ataupun secara kelompok.
Mengapa etika bisnis dalam perusahaan terasa sangat penting saat ini? Karena untuk membentuk suatu perusahaan yang kokoh dan memiliki daya saing yang tinggi serta mempunyai kemampuan menciptakan nilai (value-creation) yang tinggi, diperlukan suatu landasan yang kokoh. Biasanya dimulai dari perencanaan strategis , organisasi yang baik, sistem prosedur yang transparan didukung oleh budaya perusahaan yang andal serta etika perusahaan yang dilaksanakan secara konsisten dan konsekwen.
Tindakan yang tidak etis, bagi perusahaan akan memancing tindakan balasan dari konsumen dan masyarakat dan akan sangat kontra produktif, misalnya melalui gerakan pemboikotan, larangan beredar, larangan beroperasi. Hal ini akan dapat menurunkan nilai penjualan maupun nilai perusahaan. Sedangkan perusahaan yang menjunjung tinggi nilai-nilai etika pada umumnya perusahaan yang memiliki peringkat kepuasan bekerja yang tinggi pula, terutama apabila perusahaan tidak mentolerir tindakan yang tidak etis misalnya diskriminasi dalam sistem remunerasi atau jenjang karier. Karyawan yang berkualitas adalah aset yang paling berharga bagi perusahaan oleh karena itu semaksimal mungkin harus tetap dipertahankan.

















BAB II
ISI

2.1 Pengertian Etika Bisnis
Pengertian etika berbeda dengan etiket. Etiket berasal dari bahasa Prancis etiquette yang berarti tata cara pergaulan yang baik antara sesama menusia. Sementara itu etika, berasal dari bahasa Latin, berarti falsafah moral dan merupakan cara hidup yang benar dilihat dari sudut budaya, susila, dan agama.
Etika merupakan filsafat / pemikiran kritis dan rasional mengenal nilai dan norma moral yg menentukan dan terwujud dalam sikap dan pada perilaku hidup manusia, baik secara pribadi maupun sebagai kelompok.(sebuah ilmu : pengejawantahan secara kritis ajaran moral yang dipakai).
Mempraktikkan bisnis dengan etiket berarti mempraktikkan tata cara bisnis yang sopan dan santun sehingga kehidupan bisnis menyenangkan karena saling menghormati. Etiket berbisnis diterapkan pada sikap kehidupan berkantor, sikap menghadapi rekan-rekan bisnis, dan sikap di mana kita tergabung dalam organisasi. Itu berupa senyum — sebagai apresiasi yang tulus dan terima kasih, tidak menyalah gunakan kedudukan, kekayaan, tidak lekas tersinggung, kontrol diri, toleran, dan tidak memotong pembicaraan orang lain.
Dengan kata lain, etiket bisnis itu memelihara suasana yang menyenangkan, menimbulkan rasa saling menghargai, meningkatkan efisiensi kerja, dan meningkatkan citra pribadi dan perusahaan. Berbisnis dengan etika bisnis adalah menerapkan aturan-aturan umum mengenai etika pada perilaku bisnis. Etika bisnis menyangkut moral, kontak sosial, hak-hak dan kewajiban, prinsip-prinsip dan aturan-aturan.


2.2 Pelanggaran Etika Bisnis
Jika aturan secara umum mengenai etika mengatakan bahwa berlaku tidak jujur adalah tidak bermoral dan beretika, maka setiap insan bisnis yang tidak berlaku jujur dengan pegawainya, pelanggan, kreditur, pemegang usaha maupun pesaing dan masyarakat, maka ia dikatakan tidak etis dan tidak bermoral.
Intinya adalah bagaimana kita mengontrol diri kita sendiri untuk dapat menjalani bisnis dengan baik dengan cara peka dan toleransi. Dengan kata lain, etika bisnis untuk mengontrol bisnis agar tidak tamak. Bahwa itu bukan bagianku. Perlakukan orang lain sebagaimana kita ingin diperlakukan.
Pelanggaran etika bisa terjadi di mana saja, termasuk dalam dunia bisnis. Untuk meraih keuntungan, masih banyak perusahaan yang melakukan berbagai pelanggaran moral.
Praktik curang ini bukan hanya merugikan perusahaan lain, melainkan juga masyarakat dan negara. Praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) tumbuh subur di banyak perusahaan.
Ketika ekonomi Indonesia tumbuh pesat dalam sepuluh tahun terakhir, banyak pendatang baru di bisnis. Ada pedagang yang menjadi bankir. Banyak juga pengusaha yang sangat ekspansif di luar kemampuan. Mereka berlomba membangun usaha konglomerasi yang keluar dari bisnis intinya tanpa disertai manajemen organisasi yang baik. Akibatnya, pada saat ekonomi sulit banyak perusahaan yang bangkrut.
Pelanggaran etik bisnis di perusahaan memang banyak, tetapi upaya untuk menegakan etik perlu digalakkan. Misalkan, perusahaan tidak perlu berbuat curang untuk meraih kemenangan. Hubungan yang tidak transparan dapat menimbulkan hubungan istimewa atau kolusi dan memberikan peluang untuk korupsi.
Banyak perusahaan-perusahaan yang melakukan pelanggaran, terutama dalam kinerja keuangan perusahaan karena tidak lagi membudayakan etika bisnis agar orientasi strategik yang dipilih semakin baik. Sementara itu hampir 61.9% dari 21 perusahaan makanan dan minuman yang terdaftar di BEJ tidak lengkap menyampaikan laporan keuangannya (not avaliable).
Tingkat perhatian perusahaan terhadap perilaku etis juga sangat menentukan karena dalam jangka panjang bila perusahaan tidak concern terhadap perilaku etis maka kelangsungan hidupnya akan terganggu dan akan berdampak pula pada kinerja keuangannya.
Hal ini terjadi akibat manajemen dan karyawan yang cenderung mencari keuntungan semata sehingga terjadi penyimpangan norma-norma etis. Segala kompetensi, keterampilan, keahlian, potensi, dan modal lainnya ditujukan sepenuhnya untuk memenangkan kompetisi.
”Pelanggaran etika perusahaan terhadap pelanggannya di Indonesia merupakan fenomena yang sudah sering terjadi. Contoh terakhir adalah pada kasus Ajinomoto. Kehalalan Ajinomoto dipersoalkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada akhir Desember 2000 setelah ditemukan bahwa pengembangan bakteri untuk proses fermentasi tetes tebu (molase), mengandung bactosoytone (nutrisi untuk pertumbuhan bakteri), yang merupakan hasil hidrolisa enzim kedelai terhadap biokatalisator porcine yang berasal dari pankreas babi,”.
Kasus lainnya, terjadi pada produk minuman berenergi Kratingdeng yang sebagian produknya diduga mengandung nikotin lebih dari batas yang diizinkan oleh Badan Pengawas Obat dan Minuman. ”Oleh karena itu perilaku etis perlu dibudayakan melalui proses internalisasi budaya secara top down agar perusahaan tetap survive dan dapat meningkatkan kinerja keuangannya,”.
Pengaruh budaya organisasi dan orientasi etika terhadap orientasi strategik secara simultan sebesar 65%. Secara parsial pengaruh budaya organisasi dan orientasi etika terhadap orientasi strategik masing-masing sebesar 26,01% dan 32,49%. Hal ini mengindikasikan bahwa komninasi penerapan etika dan budaya dapat meningkatkan pengaruh terhadap orientasi strategik. ”Hendaknya perusahaan membudayakan etika bisnis agar orientasi strategik yang dipilih semakin baik. Salah satu persyaratan bagi penerapan orientasi strategik yang inovatif, proaktif, dan berani dalam mengambil risiko adalah budaya perusahaan yang mendukung,”.
Dari mana upaya penegakkan etika bisnis dimulai? Etika bisnis paling gampang diterapkan di perusahaan sendiri. Pemimpin perusahaan memulai langkah ini karena mereka menjadi panutan bagi karyawannya. Selain itu, etika bisnis harus dilaksanakan secara transparan. Pemimpin perusahaan seyogyanya bisa memisahkan perusahaan dengan milik sendiri. Dalam operasinya, perusahaan mengikuti aturan berdagang yang diatur oleh tata cara undang-undang.
Etika bisnis tidak akan dilanggar jika ada aturan dan sangsi. Kalau semua tingkah laku salah dibiarkan, lama kelamaan akan menjadi kebiasaan. Repotnya, norma yang salah ini akan menjadi budaya. Oleh karena itu bila ada yang melanggar aturan diberikan sangsi untuk memberi pelajaran kepada yang bersangkutan.

2.3 Contoh Pelanggaran Etika Bisnis
2.3.1 Carrefour Diminta Tinggalkan Palembang Square

BERITA - nasional.infogue.com - Carrefour diminta segera meninggalkan tempat sewanya di Palembang Square (PS) Mall, Jalan Angkatan 45, Palembang, Sumatera Selatan (Sumsel). Hipermarket itu dinilai telah melanggar perjanjian sewa-menyewa dengan PT Bayu Jaya Lestari Sukses (BJLS).

"Berdasarkan perjanjian sewa-menyewa atau Lease Agreement Carrefour dengan PT BJLS pada 15 Desember 2003, Careffour telah melanggar pasal 7.7 dan 7.8,\" kata Suharyono, SH, kuasa hukum PT BJLS, kepada pers di Palembang, Rabu (09/09/2009).

Dijelaskan Suharyono, pada pasal 7.7 dijelaskan sewa-menyeewa tetap berlangsung selama pihak penyewa yakni Carrefour tidak melanggar etika dan standard bisnis yang berlaku, dan pasal 7.8 menjelaskan pihak pemilik tempat dapat memutuskan hubungan sewa-menyewa apabila pihak penyewa (Carrefour) melanggar pasal 7.7.

"Nah, berdasarkan keputusan KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha) Carrefour telah terbukti melakukan pelanggaran bisnis atau melanggar UU No.5 Tahun 1999 tentang Anti Monopoli dan Persaingan Usaha. Keputusan KPPU itu No.2 Tahun 2005 lalu,\" kata Suharyono.


Lalu, keputusan KPPU itu diperkuat oleh keputusan Mahkamah Agung (MA) No.1 Tahun 2006.

Salah satu hal yang telah dilanggar Carreforur, kata Suharyono, yakni mewajibkan para penyalur barang ke mereka harus menjual dengan harga terendah. Apabila mereka menjualnya dengan harga lebih tinggi, pihak Carrefour akan memotongnya.

"Itu kan merusak persaingan bisnis, dan mematikan pedagang kecil. Mereka saja yang untung,\" katanya.

"Kita mendesak Carrefour meninggalkan lokasi sewanya berdasarkan fakta hukum itu. Sebab perilaku bisnis Carrefour telah merugikan para pedagang kecil, menyusahkan banyak orang,\" kata Suharyono.

\"Kalau kita tidak mengindahkan keputusan hukum itu, sama saja kita mendukung sebuah pelanggaran hukum yang merugikan rakyat Indonesia,\" tambahnya.

Di sisi lain, lanjut Suharyono, pihaknya tidak menolak adanya investor asing berusaha di Indonesia. \"Tapi itu juga berarti investor asing boleh juga melakukan pelanggaran hukum? Kan tidak.”

Beberapa waktu lalu, terhadap desakan ini, sejumlah karyawan Careffour di Palembang Square Mall itu berunjukrasa ke DPRD Sumsel. Mereka menuntut penyelesaian permasalahan perusahaan swalayan itu dengan pemilik gedung, apalagi mereka terancam menganggur apabila Carrefour meninggalkan lokasi sewa tersebut.

Mengenai persoalan tenaga kerja ini, kata Suharyono, merupakan solusi yang dapat dibicarakan dengan pihak pemerintah. \"Bukan hitung-hitungan. Karyawan itu kan jumlah ratusan, tapi pelanggaran yang dilakukan Careffour telah merugikan rakyat Indonesia yang lebih luas, khususnya para pedagang kecil,\" kilahnya.

\"Buktinya itu berdasarkan keputusan KPPU yang diperkuat keputusan MA. Keputusan itu juga berdasarkan gugatan sejumlah para pedagang kecil atau distributor,\" imbuh Suharyono.

2.3.2 Ada Bukti Carrefour Melanggar Peraturan?
Jumat, 27 Maret 2009 | 14:25 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com — Pengaturan soal syarat perdagangan (trading term) sesuai Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 53 Tahun 2008 mulai bergigi. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menemukan bukti awal pelanggaran peritel asal Perancis, Carrefour.
Saat ini, KPPU sudah membentuk tim investigasi untuk menindaklanjuti laporan pelanggaran Carrefour. "Kami akan melakukan penyelidikan dan investigasi dalam waktu 30 hari," kata Ketua KPPU Benny Pasaribu, Kamis (26/3).
Dari laporan yang masuk ke KPPU, pelanggaran Carrefour terhadap ketentuan trading term menyangkut penentuan besaran potongan harga tetap (fixed rebate), potongan harga khusus (conditional rebate), dan biaya pendaftaran barang (listing fee). Praktik Carrefour ini merugikan pemasok. "Kami punya bukti Carrefour meminta terlalu banyak pada pemasok," kata Benny.
Direktur Urusan Korporat Carrefour Indonesia Irawan D Kadarman menyatakan, ia belum mendapat pemberitahuan KPPU mengenai pelanggaran trading term. "Belum ada surat resmi," katanya. Sebaliknya, para pemasok menyambut baik langkah KPPU. Ketua Asosiasi Pemasok Pasar Modern (AP3MI) Susanto mengungkap laporan dari anggotanya. "Carrefour masih mengenakan fixed rebate 7,5 persen. Seharusnya itu hanya 1 persen," tandasnya.
Susanto juga membeberkan fakta lain. Setelah mengakuisisi Alfa, manajemen Carrefour juga mengenakan biaya pembukaan gerai baru, biaya remodeling fee, kenaikan biaya promosi, serta joining fee dahulu ke pemasok. "Biaya pembukaan gerai mulai Rp 200 juta sampai Rp 2 miliar untuk setiap pemasok, langsung dipotong dari penjualan barang," ujarya.
Selain Carrefour, Giant juga jadi sasaran tudingan. "Giant masih mengenakan listing fee pada pemasok berstatus usaha kecil menengah (UKM)," tegas Ketua Umum Forum Kemitraan Usaha Pangan Indonesia Deden Arfianto. Sugianto Wibawa, Direktur Operasional PT Hero Supermarket, membantah tuduhan itu. "Kami sudah menjalankan aturan. Kami tak mengenakan listing fee ke UKM," katanya. (Azis Husaini/Kontan)

2.3.3 Pasca akuisisi atas Alfa Retailindo pangsa pasar Carrefour melejit 66,73%
JAKARTA - Pasca akuisisi Carrefour atas Alfa Retailindo, pangsa pasarnya melejit jadi 66,73%. Berdasarkan UU no 5 tahun 1999, hal ini bisa dimasukkan dalam monopoli.”Pangsa pasar upstream-nya lebih besar dari 50%, meningkat luar biasa,” kata Direktur Komunikasi Komisi Pengawas Persaingan Usaha A Junaidi di Jakarta, Kamis (2/4).
Sementara downstream pasar ritel Carrefour juga meningkat dari 37,98% jadi 48,38%. Berdasarkan dua kriteria pasar ini, PT Carrefour Indonesia diduga melakukan pelanggaran UU No.5 Tahun 1999 tentang Larangan Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Menurut Junaidi, perkara dugaan monopoli dilaporkan 11 Maret lalu dan diperkarakan sejak 31 Maret lalu, selanjutnya kasus ini dikaji selama 30 hari sepanjang April ini. Kasus pelaporan tersebut merupakan indikasi awal pelanggaran PT Carrefour atas pasal 17 ayat (1) jo pasal 25 UU No.5/2009.
Tim pemeriksa terdiri atas Dedie S. Martadisastra, Tadjuddin Noer Said, dan Sukarmi. Mereka akan menangani perkara melalui proses pemeriksaan pendahuluan yang dijadwalkan berakhir 12 Mei 2009. ”Dimungkinkan adanya pengawasan perubahan perilaku apabila terlapor mengakui penyimpangan. Nanti tim akan menentukan apa perubahan perilaku tersebut,” katanya.
Junaidi mengatakan, pada prinsipnya, penanganan perkara mengacu pada peraturan komisi No.1 Tahun 2006 tentang Tata Cara Penanganan Perkara. Dikatakannya, hal ini bukan substansi baru. Sebelumnya dugaan monopoli Carrefour sudah diputus pada Putusan No.2/KPPU-L/2005.
KPPU mengimbau selama masa evaluasi 30 hari, berbagai pihak dan instansi serta masyarakat memberikan saran dan pandangannya terhadap keberadaan hukum persaingan dan menaati penegakan hukum persaingan. ”Ini bukan untuk membela ritel nasional atau pasar tradisional tetapi mengenai penegakan hukum persaingan usaha,” kata Junaidi.
Commissioner KPPU, Didik Akhmadi mengatakan, dengan menguasai lebih dari 50% pangsa pasar satu jenis jasa dikhawatirkan bisa mengatur penyaluran barang dan jasa. Sampai saat ini, kasus monopoli seperti ini baru yang pertama dilakukan pemeriksaan. Sebelumnya kasus yang ditangani adalah masalah trading term.

Siap Menghadapi
Sementara PT Carrefour Indonesia mengaku siap menghadapi perkara kasus akuisisinya terhadap PT Alfa Retailindo yang diajukan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Namun Carrefour menyesalkan tindakan KPPU yang mengumumkan kasus ini ke publik tanpa mengklarifikasi terlebih dulu.
”Kita menyesalkan KPPU sudah mengumumkannya ke publik melalui media masa tanpa adanya pemberitahuan resmi ke Carrefour. Tapi kami siap menghadapinya,” kata Corporate Affairs Director PT Carrefour Indonesia Irawan D Kadarman.
Menanggapi tuduhan ini, Irawan menyatakan pihaknya sudah memberitahu sejumlah otoritas saat akan melakukan akuisisi Alfa Retailindo.”Terkait akuisisi Alfa Retailindo yang supermarket, kita sudah memberitahukan otoritas yang berwenang. Ada Bapepam, BKPM, Menteri Perdagangan bahkan kami juga menulis surat ke KPPU,” katanya.
Ia pun menampik dugaan bahwa akuisisi tersebut merupakan langkah Carrefour untuk mendominasi persaingan bisnis ritel di Indonesia. ”Market share kami setelah akuisisi itu menjadi sekitar 7%. Itu berdasarkan studi The Nielsen Company. Jadi tuduhan monopoli itu tidak tepat,” katanya.
Sementara, Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Tumtum Rahananta mengatakan, pihaknya sebagai asosiasi tidak mengetahui dengan pasti proses akuisisi tersebut. Malah Tumtum menyebut, sampai saat ini belum ada aturan baku kondisi seperti apa satu bidang usaha dikatakan melakukan monopoli. ”Tidak jelas apa dasarnya. Apakah dari jumlah item, jumlah outlet atau bahkan pangsa pasarnya. Itu yang harus dibeberkan oleh KPPU,” katanya















BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Carrefour telah melanggar etika dalam berbisnis itu dapat dilihat sebagai berikut :
1. Hal yang telah dilanggar Carrefour yaitu mewajibkan para penyalur barang harus menjual dengan harga terendah.
2. Bila penyalur barang menjual dengan harga tinggi pihak Carrefour akan memberhentikan penyaluran barang dari pemasok tersebut.
3. Pelanggaran yang dilakukan Carrefouer terhadap ketentuan trading term menyangkut penentuan besaran potongan harga, potongan harga khusus, dan biaya pendaftaran barang hal ini akan merugikan pihak pemasok.
4. Setelah akuisisi Carrefour atas Alfa Retailindo pangsa pasarnya melejit jadi 66,73% berdasarkan UU no 5 tahun 1999 hali ini di masukkan dalam monopoli.

3.2 Saran :
Tingkat perhatian perusahaan terhadap perilaku etis juga sangat menentukan karena dalam jangka panjang bila perusahaan tidak concern terhadap perilaku etis maka kelangsungan hidupnya akan terganggu dan akan berdampak pula pada kinerja keuangannya.





Sumber :
1. http://nasional.infogue.com/carrefour_diminta_tinggalkan_palembang_square
2. KPPU Perkaran Carrefour
Jumat, 3 April 2009 | 09:38 WIB Pasca akuisisi atas Alfa Retailindo pangsa pasar Carrefour melejit 66,73% JAKARTA –
http://www.surabayapost.co.id/?mnu=berita&act=view&id=9dd39546e77951471a411d0b3fdedec8&jenis=c81e728d9d4c2f636f067f89cc14862c&PHPSESSID=acff3c15955f209ae1ae203fed2470e7
3. http://erikarianto.wordpress.com/2008/01/05/etika-bisnis/
4. Jumat, 27 Maret 2009 | 14:25 WIB JAKARTA, KOMPAS.com
http://oase.kompas.com/read/xml/2009/03/27/14253635/ada.bukti.carrefour.melanggar.peraturan


Sumber :

http://surabayawebs.com/index.php/2008/01/10/sebanyak-56-biro-iklan-melakukan-pelanggaran-etika/


SEBANYAK 56 BIRO IKLAN MELAKUKAN PELANGGARAN ETIKA.

Laporan : H.Erry Budianto.

Bandung-Surabayawebs.com

Badan Pengawas Periklanan Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (PPPI) sedikitnya telah menegur 56 perusahaan iklan atas pelanggaran etika selama dua tahun terskhir ini.

Pelanggaran ini berupa penampilan iklan yang superlative, yaitu memunculkan produk sebagai yang terbaik atau termurah. Iklan superlative ini acapkali dibumbui kecenderungan menjatuhkan pesaing di pasaran. “Jika semua bilang baik, termurah, ini akan membingungkan masyarakat dan pelanggan,” ujar Ketua Badan Pengawas PPPI, FX Ridwan Handoyo kepada wartawan, belum lama ini.

Dia mencontohkan iklan pada industri telekomunikasi. Setiap operator telekomunikasi mengaku menawarkan tariff termurah. Bahkan ada iklan yang menyebutkan bahwa produk paling murah meriah. Juga ada iklan produk kesehatan atau kosmetik yang menyebutkan paling efektif. “Tapi semua iklan superlative itu tidak didukung oleh bukti yang kuat. Jadi bisa merugikan masyarakat dan pelanggannya,” tuturnya kemudian.

Surat teguran dilayangkan setelah Badan Pengawas PPPI menemukan dugaan pelanggaran berdasarkan pengaduan masyarakat atau hasil pantauan, Kepada perusahaan periklanan anggota PPPI, Badan pengawas PPPI melakukan peneguran sekaligus meminta keterangan. Sedangkan kepada perusahaan non anggota, surat teguran berupa imbauan agar menjunjung tinggi etika beriklan.

Ridwan menyebutkan dari 149 kasus yang ditangani Badan Pengawas PPPI, tahun 2006 sebanyak 56n kasus dan 93 kasus di tahun 2007. Sebanyak 90 kasus telah dinyatakan melakukan pelanggaran dan 44 kasus lainnya masih dalam penanganan. Dari yang diputus melanggan etika, 39 kasus tak mendapatb respon oleh agensi. Untuk itu BP PPPI menruskannya ke Badan Musyawarah Etika PPPI.

Jumlah perusahaan periklanan yang melakukan pelanggaran cukup banyak itu ada kemungkinan terjadi akibat tidak adanya sanksi yang tegas bagi pelanggar. Diakuinya, selama ini rambu-rambu periklanan hanya diatur dalam bentuk Etika Periklanan Indonesia. “Mungkin karena belum ada aturan hukum yang jelas, pelanggaran tetap banyak,’ katanya.